“Bagi saya, seribu kawan itu tidak cukup,
tapi satu musuh itu terlalu banyak”.
Apa jadinya jika Tuhan mencipatakan manusia sebagai mahluk yang sempurna?. Boleh jadi manusia menjadi sangat sombong dan bersikap pongah terhadap sesamanya maupun dengan lingkungan sekitarnya. Dalam serba kekuranganpun, banyak manusia yang bersikap sombong dan angkuh. Cukuplah Fir’aun menjadi pelajaran bagi kita. Oleh karena itu, orang bijak bilang no bodys perfect, tak seorangpun yang sempurna. Kita sebagai manusia hanya bisa berusaha untuk mendekati kesempurnaan. Salah dan dosa adalah fithrah manusia. Kita bukan malaikat yang tidak pernah salah dan berlumuran dosa. Untuk itulah Tuhan melengkapi ciptaanNya (manusia) dengan akal dibandingkan dengan mahluknya yang lain. Lebih dari itu, Tuhan memberikan pintu taubatnya bagi siapa saja yang ingin berubah. Lalu, kenapa masih ada saja manusia yang tidak rela memaafkan sesamanya? Bukankah memaafkan sesama adalah jalan yang membukakan pintu maaf kita kepada Tuhan?. Hal ini menjadi menarik, karena Tuhan menyuruh kita untuk memperbaiki hubungan antar sesama manusia (horizontal). Oleh karena itu, jika hubungan horizontal kita baik, maka yakinlah hubungan kita dengan Tuhan (vertikal) akan baik pula.
Dalam hal ini, sayapun berusaha untuk terus memperbaiki hubungan dengan orang lain. Saya pun berusaha sekuat tenaga memperbaiki diri, agar hubungan saya dengan orang lain pun menjadi baik. Introspeksi diri dan bercermin kepada orang lain adalah cara terbaik melihat sisi gelap diri kita. Dalam hal pergaulan, saya selalu berusaha agar bisa diterima oleh semua orang. Berusaha akrab dan ramah dengan siapapun dan darimanapun dia. Bahkan dari latar belakang ideologi yang berbeda sekalipun. Menurut saya, sebagai manusia kita harus memperlakukan siapapun secara manusiawi pula. Karena seribu kawan itu tidak cukup, tapi satu musuh itu terlalu banyak bagi saya.
Terkadang keramahan dan keakraban kita terhadap orang lain menjadi bumerang bagi kita. Apalagi terhadap orang yang telah kita akrabi. Saya pernah punya pengalaman yang tidak mengenakan dengan hal tersebut. Pada prinsipnya saya tidak ingin memperlalukan seseorang secara istimewa. Semua orang yang saya akrabi saya perlakukan sama. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, keakraban saya justru ditanggapi lain dan dianggap punya maksud tertentu. Lucunya lagi, ketika saya mencoba menjaga jarak dengannya, saya justru dianggap cuek dan menganggap keakraban yang selama ini terbina itu semu. Padahal kesan seperti itu yang coba saya hindari. Sebagai manusia biasa yang tak sempurna, saya pun punya keterbatasan. Terkadang saya bisa akrab dan senang dengan siapapun, terkadang saya juga bisa bad mood. Saya juga punya privacy yang juga harus dihormati. Inilah yang terkadang orang lupakan. Mereka selalu ingin dimengerti, tetapi tidak pernah mau mengerti orang lain. Haruskah kita menjeneralisir semua orang, lantaran kita punya pengalaman traumatis di masa lalu? Haruskah kita mengambil kesimpulan sepihak tanpa ada ruang dialog sebelumnya. Sehingga semuanya itu bisa menjadi mafhum (faham) dimana letak permasalahannya. Maka menurut saya, jalan terbaik adalah membuka ruang dialog yang seluas-luasnya agar masalah tidak menjadi benih dendam yang tertanam kuat dalam hati kita. Sekali lagi, itu karena kita tidak sempurna.
Label:
Artikel,
Curhat


Previous Article

Responses
0 Respones to "KARENA KITA TAK SEMPURNA"
Post a Comment