Kamis 21 Mei 1998-Minggu 21 Mei 2006
SEMOGA REFORMASI TIDAK MATI SURI
Oleh Aryanto Abidin
Mahasiswa Perikanan, Presiden Partai Lingkar Cendekia Unhas
dan Staf Kebijakan Publik KAMMI Daerah Sulsel
Seperti biasa, setiap pagi saya selalu menyempatkan waktu untuk membaca surat kabar nasional langganan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) tempat saya menghabiskan hampir separuh masa kemahasiswaan saya: UKM Kopma Unhas. Setelah menyelesaikan beberapa lembar tilawaah alquran dan alma’surat, maka pekerjaan favorit saya adalah pekerjaan membaca. Dengan ditemani secangkir kopi manis, sayapun melahap menu berita yang disuguhkan di koran tersebut. Hal ini saya lakukan untuk mengimbangi rasa haus saya akan informasi yang biasa saya dapatkan dari media televisi. Maklum akhir-akhir ini saya sedang puasa nonton tivi. Mungkin saja sedang bosan dengan tayangan-tayangan gossip, kriminal, mistis serta tayangan berbau amoral lainnya. Sekali lagi, sayapun memilih pusa nonton tivi. Bukannya sok idealis, tapi ini adalah puncak kesadaran akan realitas zaman yang semakin menggila.
Pagi itu, saya membaca sebuah koran nasional. Di halaman pertama koran tersebut tepampang gambar Presiden Iran Ahmadinejad yang sedang mengakat tangannya, hampir sejajar dengan mukanya. Pertanda keakraban sebagai seorang tamu negara kepada tuan rumah (indonesia). Ya!, benar saja, presiden Iran tersebut tiba di indonesia melalui bandara Halim Perdana Kusuma pada rabu (10/5) pukul 00.00. Ahmadinejad datang ke indonesia dalam rangka kunjungan kenegaraan sekaligus membawa agenda bisnis. Mereka ingin bekerja sama dalam hal pengmbangan perminyakan.
Berita kedatangan Ahmadinejad sudah saya ketahui satu minggu sebelum kedatanagn presiden Iran tersebut. Berita ini saya peroleh dari milis langganan saya: milis KAMMI. Dalam milis tersebut, topik yang paling menggairahkan untuk didiskusikan adalah tentang kedatangan Ahmadinejad ke Indonesia. Salah satu usulan yang paling menarik dari salah seorang miliser adalah agenda aksi untuk menyambut kedatangan presiden Iran tersebut. Eits...!. Tunggu dulu, anda jangan terburu-buru untuk mngambil kesimpulan. Ini bukan aksi untuk menentang kedatangan Ahmadinejad, akan tetapi aksi yang dimaksud adalah aksi pnyambutan selamat datang kepada sang presiden, yang begitu lantang mengkampanyekan: Say no to Amerika.
Lalu Bagaimana dengan SBY?. Rasa-rasanya, sulit untuk mengatakan bahwa pemimpin negara ini berani bercloteh untuk sekedar berkata say no to Amerika. Sejak zaman orde baru, bangsa ini begitu mesra dengan negara-negara kapitalis yakni Amerika dan sekutunya. Alasannya sangat sederhana, agar (utang) bantuan-bantuan dipermudah. Tahun 1997 lalu menjadi puncak kemesran indonesia dengan kapitalis, dimana indonesia secara resmi menjadi pasien tetap lembaga donor internasional seperti IMF. Tentu saja kita sangat mafhum, siapa yang berada di balik lembaga-lembaga donor tersebut. Pada masa itu, Indonesia hampir pasti menjadi negara yang gagal (failure nation). Beberapa kali negeri ini mengalami pergantian kepemimpinan, namun tetap saja pertumbuhan ekonomi kita jalan di tempat: gali lubang tutup lubang. Yang lebih parah lagi, gaya kepemimpinan pemimpin kita justru tidak jauh beda dengan pemimpin-pemimpin sebelumnya. Mereka tidak berani mengambil jarak dengan negeri-negeri kapitalis, terkecuali Soekarno yang secara terang-terangan menantang kapitalisme.
SBY yang mantan jenderal militer tersebut, sulit untuk menjauhkan negeri ini dari negara-negara kapitalis terebut. Berbeda halnya dengan Ahmadinejad, yang kahir-akhir ini begitu santer menghiasi opini dunia lantaran proyek pengembangan tenaga nuklir di negeri itu. Oleh Amerika dan sekutunya tindakan Iran tersebut justru akan mengancam perdamaian dunia. Walaupun Iran telah beberapa kali menjelaskan kepada dunia, bahwa pengembangan nuklir yang mereka lakukan hanyalah semata-mata untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri mereka.
Lain lagi dengan Evo Morales. Presiden Bolivia tersebut dengan berani mengusir pemodal-pemodal asing yang mengelola industri-industri strategis negara tersebut. Kebijakan Nasionalisasi Morales tersebut adalah implementasi dari janji-janjinya selama masa kampanye. Sikap penolakan terhadap intervensi asing juga ditunjukan oleh Presiden Venezuela Hugo Chavez. Venezuela adalah negeri penghasil minyak terbesar di kawasan Amerika latin. Kita juga mengenal Pimpinan Cuba yang seangkatan dengan Ernesto Che Guevara, Fidel Castro yang dengan lantang menolak intervensi Amerika, walaupun ia terkadang oportunis dan kontroversial. Mereka semua adalah pemimpin-pemimpin muda yang berani. Tentu saja kita berharap SBY tidak Cuma berani dengan mahasiswa yang pada April lalu berkunjung ke Unhas. Peralatan militer lengkap di tempatkan di Unhas, bahkan mobil penjinak bom dipersiapkan khusus untuk itu.
Indonesia dan Kepemimpinan Kaum Muda
Tidak berlebihan kiranya ucapan ulama yang mengatakan bahwa Jadi “sesungguhnya tampilnya islam karena tampilnya ummat, dan sesungguhnya tampilnya ummat karena tampilnya para pemudanya. Dan tampilnya para pemuda karena kebaikan akhlaknya.”. Dalam Islam, tentu kita mengenal nama Nabi Ibrahim as. Seorang anak muda yang cerdas dan kritis terhadap kemapanan ideology yang telah menyesatkan kaumnya. Dalam usia muda ibrahim mampu mengkritisi tradisi dan keyakinan masyarakat yang menyembah berhala, termasuk orang tuanya sendiri. lebih dahsat dari itu ibrahim muda menantang penguasa yang dzalim pada waktu itu yakni Raja Namrud yang mengklaim menguasai hidup dan mati. Namun dengan kecerdasan logikanya, ibrahim meminta kepada Namrud untuk menerbitkan matahari dari sebelah barat dan menenggelamkannya di sebelah timur. Seuatu yang sangat mustahil bagi Namrud untuk melakukannya.
Ada juga Nabi Daud as. Keberanian dan kemuakannya terhadap rezim tirani jalut membawanya ke medan pertempuran untuk suatu misi khusus, membunuh jalut dengan senjata ketapelnya. Keberanian dan militansi Daud semasa muda, menjadi modal baginya untuk menjadi pemimpin negeri di masa depan. Selain itu juga, ada Yusuf muda yang mempertahankan keteguhan kepribadiannya dan dengan modal kecerdasannya Ia mampu meperbaiki kondisi ekonomi bangsa mesir pada waktu itu. Sampai akhirnya Alquran memaparkan sosok terbaik anak muda yakni Muhammad saw.
Ke-indonesia-an kita
Akankah SBY juga memiliki sifat yang satria, seperti yang disinyalir dalam kisah al-quran tersebut?. Atau setidaknya seperti Ahmadinejad, Evo Morales, Hugo Chavez. Atau seperti keberanian Fidel Castro yang walaupun usia tidak muda lagi, tetapi semangat mudanya serta semangat perlawanannya terhadap kemapanan yang coba di tawarkan oleh bangsa-bangsa kapitalis mampu ia kobarkan. Atau seperti Ismail Haniyyah sang perdana menteri Palestina.
Di tengah perkonomian bangsa yang terpuruk ini, justru berbanding trbalik dengan pola hidup pejabat-pejabatnya yang masih sering (suka) berbelanja di luar negeri. Padahal di kiri kanan mereka ratusan anak butuh pendidikan , butuh perawatan kesehatan dan lain sebagainya. Sepertinya, bangsa ini butuh kearifan dan kecerdasan untuk hidup sederhana dan tidak foya-foya serta tidak tergantung pada negara-negara kapitalis. Seperti rakyat palestina yang siap makan daun-daunan jika saja negara itu dimbargo oleh Amerika dan sekutunya. Sepertinya bangsa ini butuh rasa kindonesiaan yang kental, agar negeri ini tidak mengalami mental yang kollaps. Mungkin negeri ini butuh pemimpin-pmimpin muda yang berani dan bersmangat. Negeri ini mungkin sudah kenyang dipimpin oleh pemimpin-pmimpian tua. Tapi, kapankah negeri ini akan dipimpin oleh orang-orang muda?. Orang-orang muda yang cerdas, jujur, adil yang pada akhirnya menjadikan indonesia ini sejahtera kita tunggu saja pemilu 2009 nanti. Wallahualambishowaab.
Dalam risalah kaderisasi manhaj 1427 H yang dirumuskankan oleh tim kaderisasi KAMMI pusat, ada beberapa poin penting yang menjadi titik tekan dalam mendesain kader KAMMI. Point penting tersebut adalah KAMMI mampu menciptakn kader yang berorientasi pada profil muslim negarawan. Profil muslim negarawan dalam definisi risalah kaderisasi adalah kader KAMMI yang memiliki basis idiologi islam yang mengakar, basis pengetahuan dan pemikiran yang mapan, idealis dan konsisten, berkontribusi pada pemecahan problematika umat dan bangsa serta mampu menjadi perekat komponen bangsa pada upaya perbaikan.
Dalam pandangan penulis, profil muslim negarawan merupakan sebuah konsep ideal yang coba ditawarkan sebagai solusi atas krisis kepemimpinan yang terjadi selama ini. Oleh karenanya, profil muslim negarawan harus di praksiskan (diimplementasikan) secara ”radikal” di tingkatan kader. Oleh karenanya, seorang kader KAMMI harus mampu menyesuaikan diri dengan konsep tersebut, bahkan wajib hukumnya. Lalu perangkat apa saja yang harus dimiliki oleh seorang kader KAMMI dalam rangka mencapai tujuan tersebut?. Pertanyaan ini menarik untuk dimunculkan dalam kepala kita. Tentu saja ketika kita mencoba membumikan profil muslim negarawan tersebut, tentu kita harus punya modal untuk menuju ke arah tersebut.
Menurut saya, ada beberapa poin yang harus dimiliki oleh kader KAMMI untuk mengejawantahkan profil muslim negarawan tersebut. Yang pertama adalah intelectual capital atau modal intelektual, kedua spiritualitas sosial dan ketiga adalah peran KAMMI dalam politik kampus dalam hal ini adalah keterlibatan kader dalam lembaga intra kampus. Oleh karenanya tulisan ini akan membahas lebih jauh tentang ketiga poin penting terebut.
Modal Intelektual
Salah satu modal terbesar yang harus-bahkan wajib-dimiliki oleh generasi muda termasuk kader KAMMI adalah modal intelektual (intelectual capital). Untuk mengejawantahkan profil muslim negarawan, maka kader KAMMI harus memiliki intelektual yang mapan. Tapi sebelumnya, rasa-rasanya kita harus menyatukan pemahaman kita tentang makna intelektual. Karena kalau tidak seperti itu, maka akan muncul multi pretasi atas itu, sehinga pemaknaan terhadap intelektual akan bias. Untuk itu, pertanggungjawaban secara epistemologi (tentang bagaimana cara mendapatkan pengetahuan) adalah mutlak hukumnya.
Jalaludin Rahmat mendefinisikan intelektual sebagai gabungan dari ilmuwan, teknokrat dan moralis. Ilmuwan adalah orang yang bergelut dengan data dan gagasan analitis. Teknokrat adalah orang yang bergelut dalam penerapan paktis, sedangkan moralis adalah orang yang berjuang untuk menegakan dan menyebarakan gagasan normatif. Oleh karenanya, kalau kita mengacu pada definisi tersebut, maka ketiga variabel tersebut harus dimiliki oleh kader KAMMI. Sehingga KAMMI sebagai organisasi kader (harokatut tajnid) dan organisasi pergerakan (harokatut amal) mampu menjadikan kadernya sebagai bangunan yang kokoh karena kemapanan intelektualnya.
Dari uraian di atas, muncul pertanyaan, kenapa harus modal intelektual?. Jelas. Modal intelektual mutlak dimiliki oleh anak bangsa sebagai perangkat untuk membaca dan menganalisa fenomena yang terjadi di sekitarnya. Semakin banyak mengkaji wacana-wacana sosial maka akan semakin peka dan semakin tinggi pembacaannya tentang kondisi kebangsaan yang terjadi hari ini.
Kadang-kadang kita mendikotomikan (memisahkan) bahwa wacana-wacana sosial hanyalah milik segelintir orang yang bergelut dengan ilmu-ilmu sosial. Sehingga merekalah yang menjadi pengguna yang sah atas ilmu tersebut. Padahal, ilmu-ilmu sosial merupakan perangkat analisa yang paling tepat dalam menganalisa fenomena sosial yang terjadi di masyarakat kita. Di sisi lain, ada ”pengkafiran” terhadap terhadap buku-buku tertentu, lantaran diangap ke-kiri-an atau ke- kanan-an atau ekstrimlah. Bukankah ilmu adalah sesuatu yang bebas nilai?. Kenapa kita takut bersentuhan dengan buku-buku yang terlanjur kita anggap sebagai buku ”kiri”. Walaupun sebenanya saya tidak sepakat dengan pengelompokan seperti itu. Ada banyak alasan atau justifikasi untuk tidak bersentuhan dengan buku yang terlanjur diangap kiri tersebut.
Alasan sederananya adalah takut terpengaruh oleh doktrin buku tersebut. Penulis berpendapat, kalau demikian keadaannya, maka sebaiknya orientasi membaca buku itu yang perlu kita luruskan. Jangan bukunya yang kita kafirkan atau dianggap kiri. Dalam pahaman penulis, tujuan membaca buku adalah untuk menambah referensi tentang bacaan kita bukan untuk mengambil mentah-mentah apa yang diajarkan atau doktrin buku tersebut. Pola pikir seperti ini harus diruntuhan dalam alam pemikiran kader KAMMI, agar tidak ketinggalan dari kader-kader dari elemen gerakan lain.
KAMMI dan Politik Kampus
Tidak bisa dipungkiri, bahwa kampus adalah tempat bersemayamnya cadangan pemimpin masa depan bangsa. Sejarah telah membuktikan bahwa tokoh-tokoh besar dan berpengaruh pernah digembleng di kampus. Soekarno-Hatta misalnya. Kedua tokoh ini menjadi founding father bangsa ini dan menjadi tokoh sentral dalam sejarah pergerakan kemerdekaan bangsa indonesia. Kampus sebagai miniatur suatu negara, menjadi tempat yang layak, karena di dalamnya terjadi proses kaderisasi untuk menyemai benih-benih pemimpin bangsa.
KAMMI sebagai organisasi yang berbasis ekstra kampus harus mampu memanfaantkan potensi ini. Untuk memainkan peran itu, ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh KAMMI dalam mengoptimalkan perannya di ranah politik kampus. Pertama, penguatan kaderisasi. Pembentukan kader yang memiliki kualitas intelektual dan kepahaman sisah (politik) serta pengetahuan organisasi yang mapan mutlak dilakukan dilakoni oleh KAMMI. Proses kaderisasi tidak lagi terfokus atau bermain pada wilayah mushallah, sudah saatnya kaderisasi siasah diserahkan sepenuhnya kepada KAMMI.
Sebagai sebuah organisasi siasah, tentunya KAMMI harus mempertegas posisinya serta lebih cerdas memainkan perannya dalam hal keterlibatanya pada tataran kebijakan kampus. Untuk itu, penguatan basis kader adalah syarat mutlak untuk terlibat politik kampus termasuk dalam hal keterlibatannya di struktur lembaga kemahasiswaan. Di lingkup Sulsel atau boleh dibilang indonesia bagian timur ecara umum, bahwa penguatan kader di tingkat cultur (di fakultas) masih belum optimal bahkan minim dari segi kuantitas. Maka jangan heran bila kader KAMMI selalu dipersepsikan sebagai kader mushallah tulen.
Sehingga, ketika ada kepentingan yang ingin digolkan, tak jarang terjadi pertarungan wacana antara kelompok yang anti mushalla. Bisa jadi, konflik tersebut dipicu karena style yang kita bawa sangat eksklusif sehingga komunikasi tidak terbangun dengan kuat. Dalam bahasa sederhananya adalah dakwah masih bersifat tertutup yakni masih berkutat pada mushallah dan sejenisnya. Sekarang, sudah saatnya KAMMI hengkang dari mushallah dan berkonsentrasi secara total di wilayah siyasa untuk membangun basis yang kuat di tingkat lembaga kemahasiswaan.
Kedua, terlibat dalam struktur lembaga internal kemahasiswaan. Hal ini perlu, mengingat kebutuhan dakwah kampus sebahagian besar sangat ditentukan oleh kebijakan-kebijakan yang sifatnya birokratis atau berasal dari struktur kelembagaan. Oleh karenanya, membangun komunikasi yang baik dan intens dengan tokoh-tokoh mahasiswa dan penentu kebijkan ditingkat lembaga kemahasiswaan adalah suatu keharusan.
Ketiga, membangun komunikasi dan membuka jaringan dengan pihak pengambil kebijakan di tingkat fakultas dan universitas. Dan yang tak kalah pentingnya juga adalah membangun komunikasi dengan perangkat kampus yang lainnya seperti unit kegiatan mahasiswa (UKM) dan penerbit kampus maupun radio kampus. Hal ini perlu, mengingat misi dakwah lewat jalur siyasah yang kita bawa tersebat dengan cepat dan diterima oleh semua elemen kampus.
Keempat, membangun ketokohan. Disadari atau tidak, ketokohan merupakan suatu hal penting yang dapat mempengaruhi tingkat penerimaan terhadap suatu oraganiasi yang representasikan. Sehingga pencitraan terhadap oraganisasi yang diwakilinya juga akan semakin bagus. KAMMI pun harus meakukan hal yang serupa. Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk memunculkan ketokohan. Misalnya melalui forum diskusi, bedah buku, seminar dan menyampaikan gagasan sert ide-ide cerdas melalui media, baik di tingkat kampus maupun media massa atau bila perlu dengan menulis dan menerbitkan buku.
Spiritualitas Sosial
Salah satu perdebatan yang menggairahkan dikalangan aktivis dakwah adalah bagaimana mengejawantahkan nila-nilai ke-Tuhan-an dalam diri kita atau disebut dengan kesalehan pribadi. Selama ini, orientasi dakwah hanya berkutat pada upaya mewujudkan kesalehan pribadi bukan pada kesaehan social. Maka jangan heran, kalo ada kelompok dakwah yang mengklaim merekalah yang paling benar. Kondisi ini sangat rentan dengan konflik internal. Misbah Sohim Haris menegaskan bahwa makna dakwah yang lebih luas adalah upaya untuk menciptakan sebuah komunitas yang meniti dan memegangi kebenaran dan kebaikan. Jadi, tujuan dakwah yang paling tinggi adalah terciptanya sebuah tatanan masyarakat yang baik, indah, tinggi dan luhur atau dalam terminologinya Fazlur Rahman disebut sebagai sebuah masyarakat yang imani dan menjujung tinggi nilai kemanusiaan. Masyarakat yang bertauhid, egaliter dan berkeadilan.
Dalam apaya mewujudkan profil muslim negarawan maka kader KAMMI harus mampu mendorong kearah terciptanya pribadi yang memiliki kesalehan sosial. Kesalehan sosial merupakan modal utama dalam tataran praksisnya (proses implementasinya). Bukankah seorang yang beriman adalah orang yang paling kritis terhadap situasi dan kondisi sosialnya?. Sehingga ia dapat berbuat sesuatu untuk kondisi sosialnya dan berbuat sesuatu untuk mengubah kondsi buruk menjadi kondisi yang kondusif sehingga dapat menjamin kehidupan bersama.
Dalam pandangan penulis modal intelektual, kampus dan spiritualitas sosial adalah pilar utama dalam upaya mendorong ke arah profil muslim negarawan. Modal intelektual adalah perangkat keras sebagai salah satu prasyarat untuk mendorong ke arah terwujudnya profil muslim negarawan. Kampus adalah perangkat pendukung dalam menciptakan dan menumbuhkan modal intelektual. Proses di kampus sifatnya temporal atau sementara.
Sedangkan spiritualitas sosial adalah kemestian yang harus dimiliki dalam rangka membumikan nilai-nilai ketuhanan dalam suatu masyarakat. Proses yang berlangsung di dalam masyarakat bersifat kontemporer. Oleh karenanya KAMMI sebagai organisasi kader (harokatut tajnid) dan organisasi pergerakan (harokatut amal) harus mampu mengkondisikan kadernya untuk memiliki ketiga pilar tersebut. Sebab kalau tidak, maka KAMMI tidak akan mampu melahirkan tokoh yang mengakar. Kemudian lambat laun KAMMI mati secara mengenaskan . Wallahulambishowaab.
"ruang kecil menumpahkan ide-ide yang berserakan".
Pemateri Adi Sasono dari ICMI saat membawakan materi diskusi
Acara Simposium nasional BEM Se-Indonesia (SI) yang bertempat di UNJ tahun 2006
Reuni dengan aktivis unhas dari generasi ke generasi yang bertempat di BAPELKES Antang, Makassar, Desember 2005. Acara ini merupakan rangkaian dari acara pengkaderan mahasiswa Unhas setingkat Advance Training (LK III) yang diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Unhas
Return to top of page
Copyright © 2010 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by HackTutors