Popor Senjata Tentara
Suatu waktu, dalam diskusi ringan, teman saya bercerita tentang pengalamannya dengan tentara. Ia menceritakan bahwa ia pernah merasakan yang namanya popor senjata tentara. Terus terang, seumur terlibat dalam aksi mahasiswa, yang namanya popor senjata belum sempat saya rasakan. Paling banter dikejar-kejar sama polisi ketika aksi di DPRD Sulsel tiga tahun lalu (tahun 2003). Pengalaman yang memilukan!. Saat itu dia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Baginya, ini adalah pengalaman yang tak akan bisa dilupakan seumur hidupnya. Kebenciannya terhadap tentara terbawa-bawa hingga duduk di bangku kuliah. Celakanya lagi, kebenciannya terhadap tentara bertambah parah saat ia memilih menjadi aktifis sebagai kesehariannya. Ia lebih memilih menjadi aktifis pers mahasiswa. Karena pilihannya itulah, sehingga ia begitu familiar di kampus. Ketika terjadi pendudukan kampus oleh aparat keamanan (polisi) pasca tawuran dan pembakaran di fakultas teknik tahun 2002 lalu, ia pun masih menyimpan “trauma” terhadap yang namanya polisi dan tentara.
Bahkan ketika terjadi pengosongan paksa terhadap lembaga kemahasiswaan dan unit kegiatan mahasiswa (UKM), kami pun sempat “kepala batu” sedikit. Kami enggan meninggalkan sekertariat UKM. Saya dan teman saya tadi pun terpaksa meninggalkan sekeretariat UKM setelah dikepung oleh polisi bersenjata dan mahasiswa teknik yang masih “terluka”. Dengan megendari sepeda motor mereka memberi warning kepada kami melalui megaphone. Seluruh penghuni UKM diarahkan ke daerah pondokan (kos-kosan mahasiswa). Di sinilah terjadi insiden kecil, yakni pelemparan batu ke arah polisi. Polisipun menggertak dengan acungan senjata ke arah kami. Sebahagian dari kami, termasuk teman saya tadi berteriak, “kampus daerah steril bung!. Polisi dilarang menginjakan kakinya di kampus. Kami tidak butuh berdamai dengan senjata, kami bisa menyelesaikan masalah sendiri. Kami tidak butuh popor senjata. Heyyy… kalian!, kembalilah ke barak”. Akhir-akhir ini banyak perdebatan tentang tentara, baik di media cetak maupun elektronik. Perdebatan yang cukup menarik perhatian semua orang di negeri ini, saat tentara (TNI) kita merayakan hari jadinya yang ke-61 pada tanggal 5 Oktober 2006. Yakni keterlibatan tentara di ranah politik. Masihkah tentara tergiur dengan dunia politik? Entahlah, yang mampu menjawab itu hanyalah tentara sendiri. Saya hanya berharap: tentara kembalilah ke barak!

Previous Article
