Laptop, Tukul dan Anggota DPR



Laptop, Tukul dan Anggota DPR

Kembali ke laptop!”. Siapa yang tidak familiar dengan kalimat tersebut? Pasti kalimat tersebut sangat familiar di telinga kita. Adalah Tukul Arowana-pembawa acara empat mata yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi swasta-yang mempopulerkannya. Entah berapa puluh kali dia mengulang kalimat itu dalam satu kali tayang. Inilah yang membuat Tukul menjadi presenter terlaris dan terkenal saat ini. Dengan laptopnya itu, pertanyaan-pertanyaan cerdas terus meluncur dari mulutnya. Dengan satu pertanyaan saja, mulutnya tak pernah berhenti berkreasi melontarkan pertanyaan cerdas, nakal dan lebih banyak menggelitiknya. Lalu apa hubungannya dengan anggota DPR? Jelaslah! Anggota DPR juga ingin punya laptop. Hanya saja bedanya, kalau Tukul laptopnya disediakan oleh si pemilik acara tersebut. Lalu anggota DPR, dapat laptop darimana? Simpel saja, merampok uang rakyat. Saat rapat, tinggal sebut nominal, tentukan spesifikasinya, semua setuju. “Jadi deh!” . Gampangkan merampok uang rakyat?. Beginilah gaya merampok ala anggota DPR. Nggak perlu capek-capek nodong orang. Mereka tinggal nodongkan pulpen untuk tanda tangan. Nggak seperti koboy di texas sana, yang main nodong senjata.


Kita sepertinya terkaget-kaget mendengar harga laptop yang mencapai nominal 21 juta rupiah tersebut. Pertanyaannya kenapa harus 21 juta? Atau kenapa anggota DPR tidak mampu membeli laptop? Padahal dengan gaji, plus tunjangan bulanan yang sudah melampaui nominal 100-an juta, mereka bisa membeli sendiri. Jangan hanya ngomong untuk kepentingan rakyat pas kalau ada maunya saja. Sementara di sisi lain, dengan gaji dari uang rakyat juga, mereka tidak berani berkorban untuk membeli laptop. Padahal, kalau untuk mengetik saja dengan laptop harga 5-7 juta saja sudah dapat laptop bagus. 21 juta sepertinya terlalu mahal untuk urusan mengetik. Kita begitu miris kalu meyaksikan berita di tivi yentang kursi anggota DPR saat rapat, yang hampir semuanya kosong. Ada juga yang tidur, mungkin kekenyangan makan uang haram. Atau bisa jadi semalaman habis dari panti pijat. Atau mungkin kecapekan setelah semalaman afair dengan selingkuhannya. Seperti kasus si penyanyi dangdut itu. Saya kok jadinya sok tau sih? Lalu kenapa mereka begitu nekat dengan harga selangit tersebut? Ya..., apalagi kalu bukan untuk gaya-gayaan, gengsi-gengsian. Pantasan banyak orang yang bernafsu ingin jadi anggota dewan.

Anehnya lagi, hampir tidak ada satu partai pun yang berani menyatakan menolak pengadaan laptop tersebut. Apakah partai-partai tersebut buta dan tuli, hingga tidak bisa melihat dan mendengar penderitaan rakyat yang akhir-akhir ini semakin terjepit?. Harga beras yang naik, bencana dimana-mana, lumpur lapindo yang tak kunjung berakhir, lapangan kerja yang sangat sulit, kelaparan di NTT. Ini hanyalah sekelumit persoalan bangsa yang tak kunjung henti. Sementara di sisi lain, anggota dewan yang katanya wakil rakyat, kok begitu tega menghambur-hamburkan uang rakyat. “Gila ya!”. Sepertinya saya tidak perlu merasa aneh deh dengan sikap partai seperti ini. Sertidaknya, uang untuk beli laptop tidak keluar dari kantong sendiri. Sehingga dengan demikian, partai-partai dapat setoran lebih dari anggota-angotanya. “Lho untuk apa?”. Tanya temanku yang tulalit. “So pikun lo!”. Kata teman saya yang asli betawi itu. ”Ya iyalah, 2009 kan sudah dekat”. Timpal teman saya yang satu lagi. ”Emangnya 2009 ada apa ya?”. Tanyanya lagi. “Ha…???. Masih Belum nyambung juga?. Pemilu bego!”Jelas kedua teman saya. “Kalau begitu kita boikot aja pemilu. Lanjut temanku yang tulalit. ”Tumben kamu nyambung”. Sela temanku yang asli betawi itu. ”Emang alasan kamu apa mau boikot pemilu?” Tanya temanku yang dari minang. ”Bingung-binging ku memikirkan. Capek deh!!”. jawab teman yang tilalit. ”Ha...????. Dasar tulalit, idiot, bego”. Semoga saja anggota dewan kita tidak Bego-bego dan tulalit. Jangan sampai deh. Ting...nng!.


[Read More...]


Pasir Berbisa



Judul tulisan di atas mirip dengan judul sebuah film yang berjudul Pasir berbisik. Tapi saya lupa, film itu popular diera kapan. Kita juga biasanya menderngar atau mengetahui, hanya ular saja yang berbisa. Dengan bisanya itu, ular bisa melumpuhkan mangsanya hingga tidak berkutik. Namun, apa jadinya jika pasir yang berbisa? Lho kok bisa? Kalau anda sering mengikuti perkembangan terakhir bangsa ini, kita dikejutkan dengan penangkapan kapal asing penambang pasir. Masih kabur juga? Begini!, indonesia mengambil sikap yang tegas (seharusnya dari dulu dong!) terhadap ekspor pasir indonesia. Apa pasal? Hal ini lantaran Singapura sedang getol-getolnyanya melakukan reklamasi pantai di daerah perbatasan luar mereka. Lantas, apa masalahnya? Masalahnya adalah pasir yang yang dibeli dengan harga murah (bahkan dirampok dengan cara menghisap menggunakan (berkedok) kapal patroli) itu, rupa-rupanya digunakan untuk memperluas wilayah singapura.

Celakanya lagi, wilayah yang diperluas tersebut mengarah kepada pulau terluar Indonesia, tepatnya pulau-pulau kecil di propinsi kepulauan Riau. Kali ini indonesia (kita) tidak mau kecolongan (lagi). Byangkan saja Indonesia Indonesia kehilangan 6 km persegi wilayah kedaulatannya akibat kegiatan tersebut selama lebih kurang 30 tahun. Kebayang nggak sih, kalau dalam kurun waktu tersebut, singapura berhasil memperluas wilayah daratannya. Kalau tahun 1976 luas wilayah daratan Singapura hanya 581, 5 km persegi akan tetapi tahun 2006 luas wilayahnya menjadi 660 km persegi. Wow, luar biasa!. Lalu bagaimana reaksi indonesia? Pemerintah kita sepertinya tak peduli dengan hal ini. Buktinya, selama orde baru berkuasa hal ini dibiarkan saja. Nggak peduli dampak yang sebabkan oleh aktivitas penambangan, yang penting bisa menghasilkan uang. Gila nih! pemerintah kita hanya berpikir jangka pendek, padahal negeri ini harus diwariskan pada generasi selanjutnya. Kita baru punya peraturan yang melarang ekspor pasir tahun 2003 lalu. Yah, daripada tidak ada, lebih baik terlambatkan?. Lewat Surat Keputusan (SK) menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor 117/MPP/Kep/2/2003, saat Rini MS Soewandi jadi menteri di era megawati. Paralel dengan skap pemerintah kita yang acuh tak acuh dengan dampak lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas penambangan pasir, pengusaha kita pun demikian. Mereka hanya mementingkan keuntungan saja tanpa berpikir nasib generasi mendatang. Ini adalah indikasi dari lunturnya rasa nasionalisme kita. Maka lengkap sudah penderitaan kita. Hal ini tidak dibiarkan berlarut begitu saja. Sebab, pasir yang kita ekspor sanagat justru menjadi berbisa dan menghilangkan sedikit demi sedikit wilayah republik ini. Hal ini kalau dibiarkan, maka lambat laun indonesia akan hilang dari peta dunia. Semoga tidak!
[Read More...]


Popular Posts

Popular Posts Widget
Widget By Devils Workshop
 

Categories

Recent Comments

Stay Connected

http://www.text-link-ads.com/xml_blogger.php?inventory_key=L6TKZHMZ15BNNYYQULG7&feed;=2

About Me

My Photo
aryantoabidin
Welcome to my blog. Aryanto Abidin. That is my original name, while cyber name for this blog. I just ordinary people who are learning to read and understand the existence and I think about indonesiaan.
View my complete profile

Popular Posts

Return to top of page Copyright © 2010 | Platinum Theme Converted into Blogger Template by HackTutors